Kerajinan gerabah telah ada di atas muka bumi ini ribuan tahun sebelum masehi. Nenek moyang kita menggunakan perabot berbahan tanah liat untuk berbagai keperluan rumah tangga, mulai dari perabot dapur hingga pelengkap keindahan ruangan rumah. Variasinya pun aneka ragam mulai bergantung pada tingkat seni dan kreatifitas masing-masing pembuatnya.
Meski kerajinan tanah liat dimulai sejak jaman purbakala, keberadaannya hingga kini tetap ada di sebagian wilayah negeri kita dan barang-barangnya masih terjual di beberapa pasar tradisional. Namun, banyak orang yang menginginkannya merasa kesulitan dalam mencari di mana penjualnya. Sebab, di kota-kota sudah sangat jarang orang yang menjual gerabah tanah liat. Alasan yang biasanya dikemukakan pedagang adalah minat pembelinya sudah tidak sebanyak orang yang minat terhadap perabotan masa kini. Sehingga, untuk menggapai omset yang diinginkan pun cukup lama.
Simak:
Lockdown Itu Suara Dosa
Namun, sebenarnya tidak demikian. Eksis dan tidaknya suatu barang di pasaran juga bergantung pada bagaimana cara penjual mempromosikan barangnya. Andai penjual gerabah mau menata barang gerabahnya dengan rajin, serta sering mengelap gerabahnya agar semakin mengkilap, niscaya banyak orang yang tertarik untuk membelinya. Seperti di sentra
gerabah Kasongan, DIY, setiap wisatawan yang berkunjung ke situ pasti ingin membeli gerabah. Karena, di Kasongan itu, toko-toko menata gerabah dengan rajin, karyawan toko juga rajin membersihkan lingkungan tokonya, serta sikap terhadap pembeli juga ramah tamah. Wajar saja bila wisatawan atau bahkan orang lewat ingin mampir untuk melihat-lihat dan kemudian membeli gerabah.
Salah satu gerabah yang banyak diminati adalah panci tanah liat. Selain bentuknya dipandang antik, hasil masakan dengan panci tanah liat juga akan lebih lezat. Panci tanah liat ini sangat cocok untuk memasak masakan yang berkuah atau bersantan.
Di Daerah Istimewa Yogyakarta, masih banyak orang yang memasak menggunakan panci tanah liat. Bahkan, ada beberapa rumah makan yang menyedikan menu tradisional hasil masakan dengan panci tanah liat. Memang betul, cita rasa masakan dengan panci ini lebih kental dan lebih terasa, sangat khas.
Selain untuk keperluan masak-memasak, panci ini juga bisa untuk merebus jamu. Berdasarkan fakta dari para pakar jamu/ obat herbal, jamu akan berkhasiat secara maksimum hanya dengan direbus menggunakan perabot berbahan tanah liat. Jika menggunakan panci logam, maka khasiat ramuan herbal itu akan hilang.
Bila anda pernah mendapat ramuan herbal dari seorang sinshe (pakar herbal orang Tionghoa), biasanya akan dianjurkan untuk direbus menggunakan panci tanah liat. Agar, ramuan itu benar-benar berkhasiat. Jika memang seorang yang dapat ramuan dari pakar tersebut sungguh-sungguh ingin sembuh, semestinya sesulit apa pun mencarinya, tetap harus bisa mendapatkan perabot itu, demi kesembuhannya.
Secara alami, jodoh dari panci tanah liat adalah anglo (tungku). Sebab, bila dimasak dengan tungku + arang yang membara, citarasanya pun akan lebih mantap. Namun, dikarenakan peradaban sekarang cenderung instanisasi, menggunakan nyala api kompor gas pun tetap bisa.
Panci tanah liat yang menggunakan api dari kompor gas, tidak boleh langsung dengan nyala api besar. Harus dengan nyala api yang paling kecil terlebih dahulu. Sebab, pembakaran pada kompor gas menimbulkan api yang berwarna biru. Api biru lebih panas dan lebih menyengat daripada nyala api merah. Sehingga, agar panci tidak kaget menerima suhu panas, maka harus dengan perlakuan yang lembut dan pelan.
Pada umumnya, panci gerabah tanah liat dikategorikan panci tradisional. Sebab, panci ini proses pembakarannya alami dan tanpa bahan bakar modern. Jika pembuatan keramik porselen menggunakan tungku modern yang berbahan bakar gas atau pun tungku listrik, panci tanah liat dibakar dengan jerami, sekam, dan atau daun yang kering.
Panci tradisional tersebut memang mutunya tidak setinggi panci keramik modern. Namun, keantikannya-lah yang nilainya melebihi nilai panci modern. Selain keantikannya, daya kelezatan pada masakan juga lebih mantap panci gerabah yang tradisional.
Simak:
Surat Terbuka Darurat Corona
Awet dan tidaknya panci gerabah tanah liat bergantung pada perlakuan pemakai. Jika selalu berhati-hati dan melakukannya dengan lemah-lembut, niscaya panci ini akan awet. Bagi yang pandai merawat, serendah-rendahnya mutu panci gerabah, jangka waktu pemakaiannya bisa 6 bulan sampai dengan satu tahun, dengan pemakaian setidaknya 3 hari sekali atau seminggu sekali.
Panci gerabah tanah liat bagi masyarakat Indonesia sebenarnya turut mengajarkan pada kaum Hawa betapa pentingnya sikap lemah lembut dalam kehidupan sehari-hari. Dengan terbiasanya orang menggunakan perabot gerabah, niscaya membawa sikap yang halus, hati-hati, dan tidak berlaku kasar.