Kami segenap kru
dan tim Bibit Serangkai serta Mercundi mengucapkan Sugeng Tanggap Warsa 1949
Jimawal. Semoga di tahun ini, kita masih mendapat kesempatan untuk menepati
kewajiban hidup, menjalankan tugas-tugas kemuliaan dalam hidup, serta termasuk
dalam golongan orang-orang yang selamat. Sura dira jaya ningrat srwuh brasta
tapaking ulah dharmastuti.
Berdasarkan
penelitian para ilmuwan di dunia, terjadinya siang dan malam adalah dikarenakan
berputarnya bumi pada porosnya, atau yang disebut dengan rotasi bumi. Rotasi
bumi inilah yang tak terasa selalu mengisi hari-hari kita dengan perbedaan dua
waktu yang mencolok, yaitu gelap di malam hari dan terang di siang hari. Semakin
lama, dunia semakin berkembang. Adanya pengetahuan ilmu perhitungan (falak)
yang mengacu pada bulan, bintang, dan matahari, akhirnya menjadikan sebuah
acuan perhitungan waktu agar manusia hidup di bumi ini tahu dan bisa mengingat
tentang saat sesuatu hal terjadi.
Di dunia ini,
sungguh banyak sekali waktu yang digunakan untuk acuan. Waktu-waktu itu
kemudian dikemas dan dikategorikan menjadi sebuah penanggalan atau kalender.
Berbagai sumber sejarah masing-masing membicarakan tentang asal-usul
ditemukannya penanggalan. Saking banyaknya penanggalan di dunia dan
berbeda-beda acuan serta hitungannya, akhirnya beberapa kelompok sepakat
menjadikan sebuah penanggalan sebagai acuan bersama.
Di Indonesia ini,
sistem penanggalan yang paling kita kenal adalah penanggalan Tahun Masehi, yang
beracuan pada revolusi bumi mengelilingi matahari. Sedangkan dalam golongan
agama islam, mereka mempopulerkan Tahun Hijriyah, yang beracuan dengan
perhitungan bulan, serta konon tahun tersebut merupakan tonggak sejarah di mana
saat itulah Nabi Muhammad melakukan hijrah. Oleh karena itu, momentum tersebut
dijadikan awal perhitungan untuk kalender hijriyah. Sedangkan di sisi lain,
pada masyarakat Jawa khususnya, mereka juga mempunyai perhitungan penanggalan
yang disebut sebagai Tahun Saka. Mungkin kami tidak perlu mengulas jauh tentang
sejarah kalender/ tahun Jawa. Anda bisa membacanya di banyak website yang
menuliskan tentang kalender Jawa.
Tahun Saka hingga
saat ini masih digunakan oleh masyarakat Jawa, tetapi tinggal sebagian saja
yang mau menggunakannya. Bahkan banyak yang sudah tidak mengetahuinya lagi. Entah
apa yang ada di dalam rasa hati masing-masing insan di negeri ini. Mereka kini
lebih mengunggulkan budaya yang berasal dari manca negara dari pada budaya asli
negeri sendiri. Bahkan, sampai perhitungan kalender pun lebih menyukai buatan
mancanegara dari pada penanggalan warisan leluhur kita. Sungguh miris dan
ironis memang. Dengan sejarah dari asing, para generasi bangsa kita tertarik
begitu saja. Namun, sejarah tentang leluhurnya sendiri, justru dicerca dan
dimaki dengan alasan penuh takhayul dan mistik. Miris.
Di hari ini,
jutaan umat islam memperingati Tahun Baru Hijriyah. Namun, sangat sedikit
masyarakat Jawa yang memperingati Tahun Baru Saka. Mereka kebanyakan hanya
mengetahui malam satu Suro tapi tidak mengetahui makna dan hakikatnya. Malam satu
suro justru diartikan sebagai malam angker. Sungguh keliru jika hanya siartikan
sebatas demikian. Lalu, ada lagi sebagian ahli sejarah yang menyatakan bahwa
Tahun Jawa adalah peninggalan ajaran Hindu. Itu pun menurut kami kekeliruan
yang nyata. Karena Tahun Saka yang dipakai masyarakat Jawa, berbeda dengan
tahun Saka yang ada dalam agama Hindu.
Karena ada
pengaruh kalender nasional dan libur tanggal merah serta ketidak tahuan
sebagian besar masyarakat, akhirnya malam satu Suro tahun 1949 ini banyak yang
memperingati pada hari selasa malam rabu leggi, atau sama satu malam dengan
tanggal 1 Muharam. Namun, beberapa kalangan yang masih berpegang metode
perhitungan Jawa, tanggal 1 Sura akan jatuh pada hari Rabu malam Kamis Pahing.
Setiap malam satu
Sura, hampir di setiap tempat spiritual Jawa pasti banyak dikunjungi oleh
peziarah. Mereka berkunjung bukan untuk memuja jin dan juga bukan pula untuk
meminta pesugihan. Namun, para peziarah berkunjung ke tempat-tempat spiritual
adalah murni untuk memperingati malam pergantian tahun sembari berdoa dan
mengheningkan cipta. Dilanjutkan sebagian lagi ada yang melakukan ritual mandi
di goa atau di sendang yang biasa di keramatkan.
Di Kabupaten
Cilacap, tempat spiritual yang paling rame dikunjungi peziarah saat malam 1
Sura adalah Gunung Srandil dan Selok. Di situ, ribuan orang dari berbagai kota
memadati komplek wisata religi Srandil-Selok untuk berdoa dan melakukan ritual
Jawa. Begitu juga dengan tempat spiritual seperti halnya Makam Raja di Kotagede
dan Imogiri (Jogjakarta), saat malam 1 Sura juga banyak dikunjungi peziarah. Namun,
untuk pihak keraton sendiri biasanya mengadakan acara terlebih dahulu di
kawasan Keraton. Seperti halnya di Solo, pihak keraton juga menggelar
peringatan 1 Sura dengan serangkaian upacara adat tradisi yang dilanjutkan
dengan mengiring Kebo Bule khas Keraton Surakarta.
Berdoa untuk Keselamatan
Setiap pergantian
tahun, bagi siapa saja yang menghayati, tentu hatinya akan bergetar. Apalagi jika
mampu merasakan bahwa jaman yang sedang terjadi semakin hari semakin tak
terkendali. Para generasi muda semakin senonoh dan tidak mengenal norma serta
adat budaya ketimuran yang terkenal arifnya. Belum lagi menyaksikan dunia
bisnis yang kian merajalela seperti halnya arus kapitalis yang dapat
menghanyutkan orang. Nampaknya, jika sudah demikian, alam pun bisa menjadi
murka dan dapat terjadi suatu wabah atau bencana yang akan memperingatkan
manusia.
Bencana tidaklah
mengenal satu per satu manusia. Dan hanya manusia pilihan lah yang dapat
selamat dari bencana. Padangan manusia tentang baik atau buruknya perilaku manusia,
belum tentu sesuai dengan kehendak-Nya. Ada sebagian mereka yang merasa dan
menganggap prinsip hidupnya telah benar, tetapi ternyata bisa menjadi korban
bencana. Itu merupakan contoh kejadian yang tidak dapat diperkirakan oleh
pikiran manusia. Dengan kata lain, tidak ada manusia yang bisa memvonis dan
menentukan kebenaran manusia.
Di tahun 1949
Saka ini, candra sengkalanya adalah Bedah Dadya Gapura Wani, artinya Terbelah
Menjadikan Gerbang Keberanian. Candra sengkala biasanya dimaknai dengan
kejadian apa yang akan datang di tahun ini. Dengan melihat arti candra sengkala
yang demikian, bisa jadi akan ada peristiwa sesuatu atau pihak tertentu yang
terbelah menjadi-jadi dan merupakan gerbang keberanian. Jika selama ini kita
menyaksikan di kalangan politik telah terbagi menjadi 2 pihak atau 2 kubu,
mungkin di tahun ini 2 kubu tersebut akan benar-benar terpecah belah dan sulit
untuk menyamakan lagi persepsinya, hingga hal tersebut mendorong insting sebuah
keberanian yang awalnya dari beberapa pihak, kemudian meluas hingga berbagai
pihak.
Kita semua harus
siap dan mau menghadapi hidup semanis dan sepahit apapun. Di tahun1949 ini
pula, merupakan gerbang yang vital dalam menuju keheningan. Artinya, kuat dan
tidaknya manusia yang ingin menggapai ketentraman dan keheingan, maka
ditentukan di tahun ini. Sama halnya jika kita berada di pintu gerbang depan
rumah seseorang, akan masuk atau tidaknya kita ke rumah tersebut ya bergantung
dengan kemantapan kita ketika di gerbang itu.
Semoga sedikit
ulasan kami dapat menambah wawasan anda. Mari kita bersama-sama mengetahui dan
menggunakan kalender Jawa, agar warisan leluhur kita tak hilang ditelan jaman.