Dikutip dari blog Kaum Hadi dan channel youtub-nya, lockdown adalah
suara dosa. Kalimat ini didasarkan pada hasil ngesti yang merupakan
cara spiritual Kejawen untuk menggapai petunjuk. Secara
mudah, lockdown bisa diartikan mengunci. Dalam hal peristiwa pandemi
corona, akses jalan terbukti banyak yang dikunci dengan diberi
rambu-rambu, penghalang, bahkan di beberapa wilayah ada yang ditutup
rapat menggunakan pagar bambu, pagar seng, dan lain sebagainya.
Secara rasio, tujuannya memang terkesan positif, untuk mencegah/
mengurangi penularan virus.
Untuk meelihat penjelasan ini di Youtube, silahkan buka: Lockdown Itu Suara Dosa
Namun,
bila kita hayati lagi, pada hakekatnya sesungguhnya manusia tidak
berhak mengatur manusia, apalagi sampai menutup jalan dan mengunci
aktifitas manusia. Ini jelas tidak berdasar pada keseimbangan antara
lahir dan batin, dimana hal tersebut justru bisa berdampak kurang
baik secara aspek psikologis maupun aspek materil. Mengunci aktifitas
manusia bisa menjauhkan kebaikan dan keutamaan hidup. Padahal hidup
kita dianjurkan untuk saling mengenal, saling membantu, saling
bersilaturahmi. Dengan adanya lockdown ini, manusia seolah dipaksa
harus di rumah saja, dan bahkan dianjurkan untuk silaturahmi online.
Menurut
Kaum Hadi, adanya lockdown ini jelas membuktikan bahwa banyak sekali
pemimpin yang sudah tidak bisa merantai ke langit untuk menggapai
ilham dari Yang Maha Kuasa. Sebab, dalam pandangan spiritual Jawa,
pemimpin jelas perlu Wahyu Kepemimpinan atau Wahyu Keprabon. Nah,
wahyu ini lah yang dapat menuntun seorang pemimpin dalam memenuhi
tanggung jawab dan tugas hidupnya. Selain itu, pemimpin yang
berdasarkan wahyu juga dapat menciptakan ketentraman lahir dan batin,
karena segala tindak tanduknya, dan aturan hukumnya didasarkan pada
petunjuk dari-Nya. Bukan berdasarkan aturan hukum yang hanya dibuat
secara logika yang mengandung kepentingan-kepentingan bayaran.
Selain
daripada pemimpin (pemerintah), dalam suatu bangsa juga diperlukan
orang yang berada dalam hakekat religius. Dalam hal ini, misalnya
ulama, ulama itu pun semestinya bisa menggapai petunjuk yang tepat
untuk memberikan solusi kepada negerinya yang tengah dilanda berbagai
persoalan. Sebab, dalam paham agama islam pun ada cara-cara untuk
mendapat petunjuk dari Tuhan Yang Maha Esa, misalnya melalui munajat,
melalui sholat istikharoh, dan sebagainya. Namun, hingga detik ini
nampaknya belum ada tokoh ulama yang menyampaikan tentang itu.
Kegelisahan
masyarakat akibat dari pandemic ini sudah sangat terasa. Bahkan momen
Hari Raya Idul Fitri yang dianjurkan oleh berbagai pihak agar
melakukan ibadah di rumah pun, banyak orang yang telah
mengabaikannya. Banyak yang tetap menggelar ibadah bersama-sama di
suatu tempat tanpa sesuai prosedur kesehatan yang berlaku.
Mudah-mudahan secara positif kita berharap kedepannya tidak ada
pelonjakan drastis pada pasien positif corona dari kejadian tersebut.
Mari
kita bersama-sama lebih menghayati apa sesungguhnya hikmah dari
peristiwa pandemi ini. Jikalau memang kita masih harus berprihatin,
mari
sama-sama berprihatin dan belajar untuk tidak terlalu banyak gaya
dalam hidup dan kehidupan ini.