Sering kali kita mendengar istilah Jawa “sedulur papat
ke-lima pancer”, tetapi tidak sedikit diantara kita yang belum mengerti atau
belum maksud dengan makna istilah tersebut. Dan ada juga orang-orang yang
sebenarnya tidak tahu tapi seakan-akan penuh tahu tentang istilah itu. Alhasil,
falsafah Jawa pun menimbulkan versi-versi tersendiri.
Namun, dalam penulisan di sini, kami akan menuliskan
kenyataan yang kami ketahui. Adanya istilah sedulur
papat kelima pancer, atau dalam istilah yang lebih dalam adalah kiblat
sekawan gangsal pancer, merupakan suatu kandungan yang wajib diketahui
bagi umat manusia yang mempunyai nalar, naluri, dan nurani.
Sesungguhnya, manusia merupakan gaib yang terwujud.
Mengapa demikian? karena dalam diri manusia ada unsur-unsur yang tidak bisa
dilihat dengan mata biasa. Mereka semua menyatu, berinteraksi, dan
bersinkronisasi hingga bisa menyempurnakan diri seorang manusia.
Manusia merupakan dzat Tuhan yang paling sempurna dan
mulia. Dzat Tuhan tersebut meliputi alam semesta, yang dipandang sebagai
makro-kosmos dan juga mikro-kosmos. Makro kosmos yang dimaksud adalah “jagad
gedhe”, yaitu dunia alam semesta. Sedangkan mikro-kosmos adalah “jagad cilik”
atau diri manusia itu sendiri, dalam istilah Jawa disebut raga wadhag, atau
badan kasar/ badan, nampak dan bisa dilihat.
Sedangkan dzat yang tidak bisa dilihat dengan mata adalah
dzat suci bernama sukma (ruh) yang ditiupkan Tuhan kepada manusia dikala masih
di dalam kandungan saat usia empat bulan. Dan pada saat dalam kandungan itulah,
raga wadhag mulai terbentuk sejak bertemunya sel sperma laki-laki dengan
perempuan hingga berjalan proses dalam waktu rata-rata 9 bulan 10 hari.
Dalam proses kelahiran manusia, yang keluar paling
pertama dalam istilah Jawa disebut kawah. Kawah merupakan zat cair putih yang
mengawali kelahiran. Kawah ini merupakan saudara yang juga disebut dengan
istilah kakang kawah (kakak kawah). Lalu dilanjutkan dengan darah, tali pusar,
dan terakhir adalah ari-ari (adi ari-ari).
Dalam hal ini, kami rasa tidak perlu panjang lebar
menceritakan manusia secara ilmu biologi seperti pelajaran di sekolah. Namun,
kami akan memberikan sedikit ulasan tentang kaitan manusia dengan alam yang
berdasarkan falsafah Jawa dari para kaum hakikat Jaw. Ada pun kaum hakikat yang
dimaksud di sini adalah orang yang telah mencapai titik kabut terakhir dan dapat menggapai petunjuk ilham dari Tuhan
Yang Maha Esa.
Kaum Hakikat Jawa meyakini bahwa manusia merupakan
kesatuan dan persatuan dari sedulur papat
kelima pancer. Sedulur papat adalah anasirnya manusia, sedangkan pancer
manusia adalah sukma atau ruh. Sedangkan wujud jadinya badan manusia (anasir)
adalah terdiri dari empat unsur alam. Empat unsur yang dimaksud adalah BUMI,
API, AIR, & ANGIN, yang sekaligus menjadikan suatu nafsu dalam empat sifat
pada diri manusia, yakni Luamah, Amarah, Mutmainah, Supiah.
Adapun penjelasan-penjelasan tentang anasir tersebut
adalah:
1.
BUMI
Bumi
(Tanah) adalah unsur alam yang turut membentuk badan manusia. Orang Jawa
meyakini bahwa anasir bumi berasal dari tumbuh-tumbuhan yang dimakan oleh
manusia. Tumbuhan dalam setiap harinya selalu berupaya tumbuh dan mencari unsur
hara untuk proses pertumbuhannya.
Anasir Bumi
dalam dalam diri manusia menjadikan Nafsu Luwamah. Sifat luwamah
merupakan sifat yang mendominasi pertumbuhan badan. Karena, sifat luwamah masuk
melalui mulut ke lambung (perut) kemudian menjadi wujud daging dan kulit.
Adanya nafsu luwamah menyebabkan manusia ingin bicara dan ingin makan, karena
nafsu ini berkedudukan di mulut. Jika nafsu ini menguasai diri, meyebabkan
seorang manusia rakus dengan makanan dan juga bahkan dengan harta dunia.
2.
API
Di
dunia ini, yang disebut bintang paling terang dan dekat dengan bumi adalah
Matahari. Matahari ini menjadi sumber kekuatan semua makhluk hidup, termasuk
manusia. Meskipun banyak kaum intelektual canggih yang bisa pergi ke luar
angkasa, tetapi untuk mencoba menginjak atau bahkan meneliti matahari secara
dekat belum pernah ada yang melakukannya. Konon, suhu matahari sangat panas dan
dapat meleburkan semua jenis benda yang mencoba mendekatinya.
Terkait dengan
hal ini, anasir manusia yang berikutnya setelah bumi adalah api. Api merupakan
zat yang dapat menghangatkan juga dapat menghanguskan. Anasir api menjadikan
sifat nafsu amarah pada manusia.
Nafsu amarah pada diri manusia sesungguhnya tidak selamanya tidak baik, karena
nafsu inilah yang mewujudkan semangat dan daya gerak (tenaga) pada diri kita.
Namun, jika tidak berpedoman pada pancernya, nafsu amarah akan berlebihan dan
menjadikan seseorang mudah marah serta bersikap ganas. Nafsu amarah ini berada
pada telinga, yang menyebabkan orang bisa mendengar dan juga bisa mudah emosi,
jika dibesarkan akan menjadikan seseorang berwatak angkara-murka.
3.
AIR/ TIRTA
Air merupakan
zat yang turut menghidupkan semua makhluk hidup di bumi. Anasir ini menjadikan
sifat mutmainah. Sifat ini pada diri
manusia menghasilkan tenang, kepekaan sosial, dan suka mempelajari hal-hal
kemanusiaan. Meskipun orang yang memancarkan sifat air ini nampak tenang,
tetapi sesungguhnya dapat menghanyutkan. Pada orang yang masih berusia dewasa
(kurang dari 50 tahun), seyogyanya masih bisa mengendalikan sifat air agar tidak
mendominasi dirinya. Karena, sifat mutmainah yang mendominasi (terlalu besar) pada
usia muda, bisa menjadikan seorang terlalu santai dalam bertindak.
4.
ANGIN
Angin
merupakan salah satu zat gaib yang ada di dunia ini karena tidak bisa dilihat
dengan mata tetapi bisa dirasakan keberadaannya. Manusia, binatang dan
tumbuhan, membutuhkan angin untuk menjalani kehidupannya, khususnya dalam hal
pernafasan. Dalam hal ini, anasir angin menjadikan nafsu yang bersifat supiyah. Nafsu inilah yang menjadikan
perwujudan nafsu birahi. Nafsu birahi erat kaitannya dengan kepuasan raga. Misalnya,
raga manusia (orang) ada yang merasa puas dengan kesederhanaan, dan ada juga
yang selalu kurang puas meski berada pada kemewahan. Tidak terkendalinya nafsu
ini akan membabi-buta layaknya badai topan. Selain itu, sifat supiyah bisa
menjadikan raga wadhag manusia merasa gelisah.
Setiap jam, setiap menit dan setiap detik, keempat nafsu
ini bekerja sesuai dengan apa yang dibicarakan, didengar, dicium, dan juga
dilihat. Sedetik saja melihat sesuatu yang ada di depan mata, bisa menjadikan
nafsu bergejolak menguasai diri. Lalu, apakah kita bisa membuang dan memisahkan
nafsu itu itu dari diri kita sebagai manusia yang hidup di muka bumi?
Keempat anasir tersebut di atas merupakan kesatuan yang
menjadikan manusia hidup di bumi ini, dan tidak dapat dipisahkan atau bahkan
dimusuhi sekalipun. Secara tata lahir kehidupan manusia, memang diperlukan
tatanan (aturan) untuk keberlangsungan hidup. Akan tetapi, bukan berarti kita
tidak membutuhkan nafsu yang empat itu. Empat sifat tersebut bisa bekerja
optimal dan tidak menguasai diri manakala pancernya kuat menjadi tiang utama.
Pancer manusia adalah sukma. Sukma inilah yang akan bisa
menjadi pengendali (penyeimbang) empat sifat di atas. Namun, untuk
mengoptimalkan sukma bukanlah suatu hal yang mudah. Orang yang beribadat sehari
10 kali saja belum tentu bisa menghindarkan sukma dari belenggu nafsu. Jangankan
untuk seperti itu, mengetahui sukmanya sendiri saja tidak pernah. Justru terkadang
dan bahkan banyak orang-orang yang kemudian beribadat atas dasar nafsu.
Selanjutnya, jika keempat anasir yang menjadikan sifat nafsu
tersebut telah bisa diseimbangkan, akan menjadikan suasan yang nyaman untuk
dijalani. Maksudnya, kita telah sungguh-sungguh bisa menjadi saudara. Jika sungguh
bersaudara, maka kehidupan manusia akan berjalan dengan penuh hikmat.
By: Sidik Purnama Negara